Penemuan tersebut menunjukkan bahwa pengaturan yang lebih baik dari sembilan faktor risiko (yang termasuk merokok, hipertensi, dan depresi) lebih pada fase hidup, dini, pertengahan, dan tua dapat mengurangi peningkatan perkembangan demensia sekitat 35 persen.
"Besarnya potensi efek pada demensia untuk mengurangi faktor risiko ini lebih besar daripada yang kita bayangkan dibandingkan efek pengobatan saat ini," ujar Lon Schneider, Professor dari University of Southern California.
Ia menambahkan, mengurangi faktor risiko adalah salah satu cara bagus untuk mengurangi beban global demensia.
Dengan meningkatkan edukasi di usia dini dan berfokus pada kehilangan pendengaran, hipertensi, dan obesitas di pertengahan hidup; insidensi demensia bisa berkurang hingga 20 persen.
Sementara itu, beberapa kebiasaan sehat seperti berhenti merokok, mengobati depresi, mengatur diabetes, meningkatkan aktivitas fisik dan kontak sosial di usia senja dapat mengurangi insidensi demensia sekitar 15 persen.
Sekitar 47 juta orang di seluruh dunia mengidap dimensia dan diperkirakan angka tersebut akan naik menjadi 66 juta pada 2013 dan 115 juta pada 2050.
Studi tersebut juga menggarisbawahi efek keuntungan daru intervensi nonfarmakologis seperti kontak sosial dan olahraga pada penderita demensia.
Intervensi fisik, sosial, dan lingkungan seperti kontak sosial, terapi stimulasi kognitif kelompok, dan olahraga terbukti sebagai obat-obatan antipsikotik yang ampuh untuk mengobati demensia akibat agitasi dan agresi. Selain itu, kegiatan positif tersebut dapat meningkatkan kognitif.
"Obat-obatan antipsikotik umumnya digunakan untuk mengobati agitasi dan agresi, namun ada ada substansi tertentu pada obat-obatan ini yang dapat menyebabkan peningkatan risiko kematian, efek samping kardiovaskular dan infeksi, belum lagi sedasi berlebihan," terangnya.
sumber: net/metrotvnews